Karakter Anak Tumbuh lewat Proses Pembiasaan
Dikutip dari Kompas.com
Kompas.com - 25/08/2016, 18:34 WIB Mantan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan berbincang dengan salah satu
murid saat mengantar putranya, Kaisar Hakam Baswedan, pada hari pertama masuk
sekolah di Cinere, Depok, Jawa Barat, Senin (1/8/2016). Saat menjabat menteri,
Anies mengampanyekan Gerakan Antar Anak Ke Sekolah pada hari pertama masuk
sekolah.(KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO) MAGELANG, KOMPAS.com - Lamanya jam
sekolah tidak menjamin keberhasilan pendidikan karakter pada anak. Karakter
anak terbentuk dari proses pembiasaan yang ditanamkan sejak dini dan konsisten
di sekolah, keluarga maupun lingkungan masyarakat. Hal tersebut disampaikan
mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan usai menjadi pembicara
pada Seminar Nasional "Pendidikan Karakter dalam Perspektif Tokoh-Tokoh
Pendiri Lembaga Pendidikan untuk Menyiapkan Indonesia 2035" di SMA Pangudi
Luhur Van Lith Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Kamis (25/8/2016).
"Karakter itu bahasa sederhana kebiasaan, karakter jujur artinya kebiasaan
jujur, karakter disiplin artinya kebiasaan disiplin. Menumbuhkan (karakter) itu
lewat proses pembiasaan bukan lamanya sekolah tapi proses pembiasaan itu
sendiri," ujar Anies. Dia menjelaskan, proses pembiasaan dilakukan oleh
guru maupun orangtua dengan dimulai dari kegiatan-kegiatan yang dibiasakan,
dilatih konsisten, maka akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan itu lalu akan tumbuh
karakter yang kemudian menjadi budaya. Adapun keberhasilan pendidikan karakter
anak dapat dilihat dari potret kehidupannya di tengah masyarakat, bukan pada
angka atau nilai akademik semata. "Keberhasilan pendidikan karakter
terpancar saat anak mulai berkarya di tengah masyarakat. Jika di masyarakat terjadi
banyak ketidakteraturan, lampu merah masih dilanggar, berati pendidikannya
belum menumbuhkan karakter," ujar Anies. Begitu pula sebaliknya, lanjut
Anies, jika anak atau seseorang dengan kesadaran sendiri sudah memiliki
kepatuhan akan peraturan sehingga muncul ketertiban masyarakat berarti
pendidikan karakternya sudah baik. "Kalau jam 10 malam di perempatan sepi
ada lampu merah dan dia berhenti, itu artinya pendidikan karakternya berhasil,
karena dia sudah memiliki kesadaran menaati peraturan, jam berapa pun, kapan
pun. Jadi nilai itu hanya prediktor akademik," tutur Anies. Gagasan
pendidikan karakter itu sendiri, kata lanjut telah diatur dalam Permendikbud no
23 tahun 2013. Pendidikan karakter disebut sebagai proses pembiasaan yang
diterapkan baik di sekolah, keluarga maupun lingkungan masyarakat. Dalam
regulasi tersebut, disebutkan pula adanya penumbuhan budi pekerti lewat
intra-kurikuler, ekstra-kurikuler, dan non-kurikuler. Hal tersebut menjadi
regulasi dengan tujuan agar wajib dilaksanakan di semua lembaga pendidikan.
"Penumbuhan budi pekerti bukan slogan tapi kewajiban untuk dijalankan.
Setiap lembaga memiliki cara yang berbeda-beda untuk menjalankannya akan tetapi
prinsip-prinsipnya ada disitu," papar penggagas Kelas Inspirasi (KI) itu.
Anies menyatakan, keberhasilan pendidikan karakter dibutuhkan peran dari
berbagai pihak, tidak hanya sekolah akan tetapi juga orangtua. Itulah sebabnya
pemerintah mendirikan Direktorat Pendidikan Keluarga, yang menyiapkan
bahan-bahan bacaan orang tua untuk kemudian disalurkan kepada wali kelas.
"Bagaimana supaya orang tua bisa ketemu wali kelas? maka ada gerakan
mengantar anak sekolah di hari pertama sekolah. Jadi ada interaksi antara orang
tua dengan wali kelas," tutur Anies.





